Minggu, 29 Juni 2014

02.59 - No comments

ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI


DEFENISI
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. ADB ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di negara-negara tropik atau negara dunia ketiga, oleh karena itu sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak social yang cukup serius.

ETIOLOGI
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun :
a. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari :
Saluran cerna : akibat dari tukak peptic, pemakaian salisilat/NSAID, kanker lambung, kanker kolon, infeksi cacing tambang.
Saluran genitalia perempuan : menorrhagia/metrorhagia.
Saluran kemih : hematuria.
Saluran nafas : hemoptoe.
b. Faktor Nutrisi : akibat berkurangnya jumlah besi total dalam makanan/kualitas besi, besi yang tidak baik.
c. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
d. Gangguan absorbsi besi : gastrektomi, tropical sprue/kolitis kronik.

PATOGENESIS
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun, maka keadaan ini disebut iron depleted state/negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar haemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut juga sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.

GEJALA ANEMIA
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yakni : gejala umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala penyakit dasar.

Gejala Umum Anemia

a. Badan lemah
b. Lesu
c. Cepat lelah
d. Mata berkunang-kunang
e. Telinga mendenging

Gejala Khas Defisiensi Besi

a. Koilorikia → kuku sendok ( spoon nail ) kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal, dan menjadi cekung sehinggga mirip seperti sendok.




b. Atrofi papila lidah → permukaan lidah menjadi licin dan mengilap karena papil lidah menghilang
c. Stomatitis angularis → adanya peradangan pada sudut mulut, sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
d. Disfagia → nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
e. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklorida.
f. Pica → Keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti : tanah liat, es, lem, dll

Gejala Penyakit Dasar
Pada penyakit defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia akibat cacing tambang dijumpai dispoepsia, parotis membengkak.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai yaitu :
Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit, didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan talasemia major. MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi. Peningkatan anisositosis ditandai oleh peningkatan RDW. Dulu dianggap pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik, tetapi sekarang RDW pada kedua jenis anemia ini hasilnya sering tumpang tindih.
Konsentrasi besi serum menurun pada ADB dan TIBC meningkat, TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi transferin dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%.
Protoporfirin merupakan bahan antara pada pembentukan heme, apabila sintesis heme terganggu, misalnya karena defisiensi besi maka protoporfirin akan menumpuk dalam eritrosit. Angka normal adalah kuarng dari 30 mg/dl.
Kadar reseptor transferin dalam serum meningkat pada defisiensi besi, kadar normal dengan cara imunologi adalah 4-9 ug/L. Pengukuran reseptor transferin terutama dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik. Akan lebih baik lagi apabila dipakai rasio reseptor transferin dengan log feritin serum. Rasio > 1,5 menunjukkan ADB dan rasio < 1,5 sangat mungkin karena anemia akibat penyakit kronik
Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan normoblas kecil-kecil, sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas ini disebut sebagai micronormoblast. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan normal 40-60% normoblast mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya disebut sebagai sideroblas. Pada defisiensi besi maka sideroblast negatif. Di klinik, pengecatan besi pada sumsum tulang dianggap sebagai baku emas (gold standard) diagnosis defisiensi besi, namun akhir-akhir ini perannya banyak diambil alih oleh pemeriksaan feritin serum yang lebih praktis.
Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi, antara lain pemeriksaan fesess untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif seperti misalnya teknik Kato-Katz, pemeriksaan darah samar dalam feses, endoskopi, barium intake/barium inloop dan lain-lain, tergantung dari dugaan penyebab defisiensi besi tersebut.

DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin/hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria yang di pilih, apakah kriteria WHO/kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi. Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi/MCV < 80 fl dan MCHC < 31% dengan salah satu dari a, b, c, atau d.
    Dua dari tiga parameter di bawah ini :
-    Besi serum < 50 mg/dl.
-    TIBC > 350 mg/dl.
-    Saturasi transferin : < 15%, atau
    Feritin serum < 20 mg/dl, atau
Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau.

Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.
Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) yaitu anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat ( TPG > 2000 ). Anemia akibat cacing tambang sering disertai pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada pemeriksaan laboratorium di samping tanda-tanda defisiensi besi yang disertai adanya eosinofilia.

TERAPI
a. Terapi kausal : terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang.
b. Pemberian preparat besi :
Terapi besi oral : ferrous sulphat 3x200 mg.
Terapi besi parenteral : iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml)
c. Pengobatan lain :
Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari hewani
Vitamin c : untuk meningkatkan absorbsi besi
Transfusi darah : jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi bahaya overload.

0 komentar:

Posting Komentar